Geografi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah disebut sebagai induk ilmu
pengetahuan (mother of sciences) mengalami pasang-surut peranannya
untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan pembangunan. Apabila geografi tetap ingin
berperan dalam memberikan sumbangan pemikiran dalam kebijakan
pembangunan, geografi harus mempunyai konsep inti, metodologi dan
aplikasi yang mantap. Makalah ini bertujuan untuk menelusuri konsep inti
geografi yang sesuai untuk dikembangkan di Indonesia untuk mendasari
kompentensinya, khususnya dalam bidang geografi fisik. Pemisahan
geografi fisik dan geografi manusia yang tinggi kurang mencirikan jati
diri geografi, dan jika kecenderungan pemisahan tersebut semakin
berlanjut jati diri geografi akan pudar dan akan larut dalam disiplin
ilmu lainnya, dan bahkan kita akan kehilangan sebagian dari kompetensi
keilmuan geografi. Geografi terpadu atau geografi yang satu (unifying
geography) menjadi satu pilihan sebagai dasar pembelajaran geografi
yang sesuai untuk Indonesia, yang diikuti dengan pendalaman keilmuan
pada masing-masing obyek material kajian geografi tanpa melupakan obyek
formalnya. Komponen inti dari geografi terpadu adalah ruang,
tempat/lokasi, lingkungan dan peta, yang berdimensi waktu, proses,
keterbukaan dan skala. Komponen inti geografi terpadu tersebut dijadikan
dasar untuk menentukan kompetensi geografi. Kompetensi geografi fisik,
yang obyek materialnya fenomena lingkungan fisik (abiotik) pada lapisan
hidup manusia, sangat luas antara lain: penataan ruang, pengeolaan
sumberdaya alam, konservasi sumberdaya alam, penilaian degradasi
lingkungan, pengelolaan daaerah aliran sungai, penilaian tingkat bahaya
dan bencana, penilaian risiko bencana. Kompetensi geografi fisik
tersebut selalu dikaitkan dengan kepentingan umat manusia, dengan konsep
bahwa lingkungan fisikal sebagai lingkungan hidup manusia.
PENGANTAR
Perbincangan tentang jati diri Geografi telah beberapa kali dilakukan di Indonesia, baik melalui lokakarya, seminar maupun melalui sarasehan yang dilakukan oleh Fakultas/Jurusan/Departemen Geografi, organisasi profesi (IGI) dan ikatan alumni (IGEGAMA). Jati diri suatu disiplin ilmu dapat ditelaah dari definisinya. Dalam Seminar Peningkatan Relevansi Metode Penelitian Geografi tanggal 24 Oktober 1981 Prof. Bintarto dalam papernya berjudul Suatu Tinjauan Filsafat Geografi mengemukakan definisi Geografi sebagai berikut: Geografi mempelajari hubungan kausal gejala2 gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1984). Seminar dan lokakarya yang dilaksanakan di Jurusan Geografi, FKIP, IKIP Semarang kerjasama dengan IGI tahun 1988 telah menghasilkan rumusan definisi: Geografi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan. Rumusan dua definisi Geografi tersebut sedikit berbeda namun memberikan ketegasan dan kejelasan tentang obyek kajian dalam Geografi baik obyek material maupun formalnya. Obyek materialnya adalah gejala, fenomena, peristiwa di muka bumi (di geosfer), sedang obyek formalnya adalah sudut pandang atau pendekatan:keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah. Ketegasan obyek formal kajian Geografi penting untuk membedakan kajian dengan disiplin ilmu lain yang obyek materialnya juga fenomena geosfer. Geosfer terdiri atas atmosfer, litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer dan biosfer (termasuk antroposfer); sfera bumi tersebut membentuk satu sistem alami yang masing-masing sfera saling berinteraksi, saling pengaruh mempengaruhi. Konsep sfera bumi membentuk satu sistem alami merupakan konsep penting dalam geografi, karena dapat dijadikan dasar untuk memahami dinamika fenomena dari muka bumi. Definisi Geografi versi Semlok Semarang tersebut masih banyak digunakan dalam proses pembelajaran geografi di sekolah dan perguruan tinggi, dan bukan satusatunya yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena masih banyak definisi lain yang perlu disampaikan untuk memperkaya dan memperluas wawasan tentang jati diri geografi. Definisi geografi itu sangat banyak, berikut ini disampaikan lima definisi untuk memberikan diversitas cakupan, dan jati diri Geografi.
Perbincangan tentang jati diri Geografi telah beberapa kali dilakukan di Indonesia, baik melalui lokakarya, seminar maupun melalui sarasehan yang dilakukan oleh Fakultas/Jurusan/Departemen Geografi, organisasi profesi (IGI) dan ikatan alumni (IGEGAMA). Jati diri suatu disiplin ilmu dapat ditelaah dari definisinya. Dalam Seminar Peningkatan Relevansi Metode Penelitian Geografi tanggal 24 Oktober 1981 Prof. Bintarto dalam papernya berjudul Suatu Tinjauan Filsafat Geografi mengemukakan definisi Geografi sebagai berikut: Geografi mempelajari hubungan kausal gejala2 gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisikal maupun yang menyangkut mahkluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1984). Seminar dan lokakarya yang dilaksanakan di Jurusan Geografi, FKIP, IKIP Semarang kerjasama dengan IGI tahun 1988 telah menghasilkan rumusan definisi: Geografi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan. Rumusan dua definisi Geografi tersebut sedikit berbeda namun memberikan ketegasan dan kejelasan tentang obyek kajian dalam Geografi baik obyek material maupun formalnya. Obyek materialnya adalah gejala, fenomena, peristiwa di muka bumi (di geosfer), sedang obyek formalnya adalah sudut pandang atau pendekatan:keruangan, kelingkungan dan kompleks wilayah. Ketegasan obyek formal kajian Geografi penting untuk membedakan kajian dengan disiplin ilmu lain yang obyek materialnya juga fenomena geosfer. Geosfer terdiri atas atmosfer, litosfer (termasuk pedosfer), hidrosfer dan biosfer (termasuk antroposfer); sfera bumi tersebut membentuk satu sistem alami yang masing-masing sfera saling berinteraksi, saling pengaruh mempengaruhi. Konsep sfera bumi membentuk satu sistem alami merupakan konsep penting dalam geografi, karena dapat dijadikan dasar untuk memahami dinamika fenomena dari muka bumi. Definisi Geografi versi Semlok Semarang tersebut masih banyak digunakan dalam proses pembelajaran geografi di sekolah dan perguruan tinggi, dan bukan satusatunya yang harus diajarkan kepada peserta didik, karena masih banyak definisi lain yang perlu disampaikan untuk memperkaya dan memperluas wawasan tentang jati diri geografi. Definisi geografi itu sangat banyak, berikut ini disampaikan lima definisi untuk memberikan diversitas cakupan, dan jati diri Geografi.
Setiap disiplin keilmuan normalnya memiliki satu bidang kajian tertentu, satu asosiasi kerangka teoritik dan pendekatan yang lazim digunakan untuk mengkaji dengan teknik yang sesuai, kesemuanya itu tidak hanya untuk pemahaman tetapi juga untuk penemuan pengetahuan baru dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi geografi bidang kajiannya banyak, yang mempunyai metode dan teknik yang berbeda, sehingga tidak mudah untuk mendudukan geografi sebagai satu disiplin. Misalnya geografi fisik yang obyeknya kajiannya atmosfer, litosfer dan hidrosfer, masing-masing mempunyai kerangka teoritik dan pendekatan yang berbeda, demikian juga halnya dengan geografi manusia yang obyeknya: kependudukan, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Bagi geografi dimasukkan ke dalam cross-disciplinary link, mirip munculnya sain terpadu, seperi Sain Sistem Bumi ( Earth System Science) dan Sain Keberlanjutan (Sustainability Science), dan bagi geografi subyek kajiannya adalah lingkungan fisikal dan manusia, dengan menggunakan teori dan metodologinya kompleksitas dari unsur muka bumi (Mathews et al,2004).
Kesulitan untuk mendudukan/memposisikan geografi sebagai satu disiplin ilmu, maka ada baiknya apabila geografi itu hanya satu, tidak terpisah-pisah menjadi geografi manusia dan geografi fisik. Geografi yang satu (unifying geography) mempunyai banyak keunggulan dalam berperan ke masa depan, dengan asumsi permasalahan di masa depan sifatnya kompleks dan multi dimensi, yang pemecahannya memerlukan pendekatan terpadu dan holistik. Dalam geografi terpadu tidak berarti kekhususan (spesialisasi) akan hilang, tetapi tetap ada hanya dilandasi oleh konsep geografi yang satu. Bagi spesialisasi geografi fisik, fokus kajian pada komponen lingkungan fisik tetapi harus mengkaitkannya dengan aspek sosial; spesialisasi dalam geografi manusia geografi fisik sebagai latar belakang, sedang yang spesialisasi dalam geografi yang satu fokusnya adalah pemecahan masalah dengan pendekatan geografis secara utuh.
NAMA : Cantika Candryan
KELAS X - 1
REMEDIAL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar